Tidak Ada Air Mata Malam Ini

“Setelah kamu pulang nanti, keadaan takkan pernah sama lagi.”

“Kamu bukan orang yang seperti itu.”

“Kita takkan pernah tahu”

“Aku hanya yakin.”

“Keyakinan seringkali rapuh.”

“Tidak berlaku untukmu.”

“Kamu terlalu mempercayaiku.”

Ia mengalihkan pandangannya. Menatapku dalam-dalam. Aku berpura tak menyadarinya. Pandanganku masih sama. Melihat lampu kota bekerlip di bawah lembah.

“Kamu tidak pernah berubah.”

“Mereka bilang semua orang pasti berubah.”

“Tidak berlaku untukmu.”

“Rambutku memutih.”

“Dari dulu kamu memang menginginkannya, bukan?” Ia tersenyum penuh kemenangan.

Ia mengeratkan genggamannya. Mendekatkan tubuhnya yang dibalut gaun malam berwarna hitam ditutupi jaket tebal milikku. Rambutnya yang panjang mengurai, melenggok mengikuti irama angin. Harum rambutnya sepintas tercium di hidungku. Tiga menit kemudian kita hanya terdiam.

Malam yang cerah, tanpa awan sedikitpun. Tanpa bintang jatuh.

“Lucu juga malam ini. Kita dihimpit dua kerlap-kerlip cahaya. Di bawah ada lampu-lampu kota dan di atas ada bintang-bintang.”

“Akhirnya kamu tahu artinya lucu!” Pipimu terangkat. Wajahmu berbinar.

“Aku belajar banyak darimu.”

“Kapan terakhir kali kamu merindukanku?”

“Pertanyaan yang tak perlu dijawab.”

“Itu pertanyaan penting.”

“Tidak membawa dampak apapun.”

“Kamu selalu tidak mau mengakuinya.” Ia mendekatkan hidungnya. Sambil memainkan alisnya naik turun. Kenapa tidak langsung saja menjawab dengan satu kata ‘Se-la-lu.'”

“Aku tidak ingin berbohong.” Jawabku datar.

“Kamu memang kejam dan tidak punya perasaan.” Ia menjawab dengan perasaan sebal, sambil mendorong pipiku dengan lembut dengan telunjuknya.

Kali ini aku yang merengkuh tubuhnya. Memeluknya erat sambil menghangatkan tubuhnya melawan dingin malam. Tanpa kata-kata selama beberapa saat.

“Aku mohon tidak ada airmata malam ini.”

“Jadi menyerahkan diri besok?”

“Besok pagi jam tujuh. Masih sesuai rencana semula. Aku tidak ingin mengkhianati ucapanku sendiri.”

“Kamu akan memberikan semuanya?”

“Semuanya. Seperti yang mereka ingin.”

“Mereka pasti tidak akan melepaskanmu lagi. Mereka sudah terlanjur malu tingkat tinggi terhadap publik.”

“Aku tahu. Mereka mungkin akan menembakku.”

“Ditembak?”

“Tepat di jantung.”

“Kamu memang tidak pernah berubah.”

“Semua orang pasti berubah.”

“Tidak berlaku untukmu.”

“Lebih baik mencintai dan mati, daripada membenci meskipun menang.”

“Keyakinanmu tidak pernah rapuh.”

Tidak ada airmata di malam itu. Juga tidak ada kesedihan. Bintang-bintang dan lampu kota tetap bekerlip seperti malam-malam sebelumnya.

2 pemikiran pada “Tidak Ada Air Mata Malam Ini

Tinggalkan komentar